Cari Blog Ini

Rabu, 15 Juli 2015

Kapan Hari Raya Idul Fitri 1436 H ?

Tulisan ini mencoba menjelaskan kapan jatuhnya 1 Syawal 1436 H yang merupakan hari raya Idul Fitri 1436 H dengan pendekatan ilmu falak.
            Pertanyaan terhadap kapan jatuhnya lebaran Idul Fitri 1436 H di Indonesia bukanlah hal yang aneh mengingat tiap tahun ada terjadi perbedaan dalam penetapan awal atau akhir Ramadhan, artinya kalau tidak terjadi perbedaan pada saat memulai Ramadhan akan berbeda pada saat mengakhiri nya atau berlebaran, bahkan perbedaan saat mengawali dan mengakhiri juga pernah terjadi di negara yang manyoritas umat Islam ini. Anehnya, kalau di negara lain perbedaan terjadi antara satu negara dengan negara yang lain, tetapi di Indonesia perbedaan terjadi dalam satu negara, bisa saja antar provinsi, kabupaten, kecamatan, desa, bahkan dalam satu rumahpun perbedaan bisa terjadi.

            Saat ini desas-desus perbedaan lebaran Idul Fitri 1436 H kembali terjadi, sebahagian mengatakan hari Jum’at tanggal 17 Juli 2015, ada juga yang mengatakan hari Sabtu 18 Juli 2015. Isu perbedaan ini tentunya akan menimbulkan kegelisahan di kalangan masyarakat dan pihak-pihak penyelenggara kegiatan umum yang berkaitan dengan lebaran Idul Fitri 1436 H seperti pengawasan penertiban malam takbiran dan penjadwalan khatib lebaran Idul Fitri 1436 H. Muda-mudahan tulisan ini dapat memberi sumabagan moril bagi masyarakat untuk menentukan sikap dalam berlebaran Idul Fitri 1436 H.
Data hilal tanggal 16 Juli 2015.
Untuk menganalisa kapan terjadinya lebaran Idul Fitri 1436 H, maka hal yang paling penting adalah melihat data hilal saat melakukan rukyah pada tanggal 16 Juli 2015 atau 29 Ramadhan 1436 H. Tanggal 16 Juli juga sebagai hari penentuan apakah hari raya Idul Fitri 1436 H jatuh pada tanggal 17 Juli atau 18 Juli 2015, dimana pada hari ini diadakan sidang Isbat penentuan 1 Syawal 1436 H oleh pemerintah melalui Kementerian Agama yang dihadiri oleh perwakilan ormas dan pakar astronomi yang ada di Indonesia. Berdasarkan data yang dipublikasi oleh BMKG untuk penentuan 1 Syawal 1436 H, hilal di Indonesia pada tanggal 16 Juli 2015 adalah sebagai berikut:  Konjungsi geosentrik atau konjungsi atau ijtima’ adalah peristiwa ketika bujur ekliptika Bulan sama dengan bujur ekliptika Matahari dengan pengamat diandaikan berada di pusat Bumi. Peristiwa ini akan kembali terjadi pada hari Kamis, 16 Juli 2015 M, pukul 08 : 24 WIB. Ketinggian Hilal di seluruh Indonesia saat Matahari terbenam pada 16 Juli 2015 berkisar antara 1,30 derajat sampai dengan 2,91 derajat. Besar sudut elongasi saat Matahari terbenam tanggal 16 Juli 2015 di seluruh Indonesia berkisar antara 5,31 derajat sampai dengan 6,43 derajat. Umur Bulan di seluruh Indonesia pada tanggal 16 Juli 2015 berkisar antara 7,17 jam sampai dengan 10,55 jam terhitung saat setelah Ijtima’ sampai matahari terbenam.
Titik resmi pengamatan hilal di Indonesia.
            Kita patut mengapresiasi terhadap peran pemerintah dalam hal ini Kementerian Agama dalam menangani permasalahan hisab dan rukyah di Indonesia. Saat ini lokasi resmi yang ada di Indonesia tidak kurang 40 titik dan sudah barang tentu ke 40 lokasi ini memiliki SDM yang handal, lokasi yang sudah standar untuk melakukan rukyah hilal, dan sudah memiliki alat rukyah yang canggih, seperti teleskop yang dilengkapi dengan kamera sebagai alat pembantu untuk mendokumentasi hilal saat melakukan pengamatan. Titik pengamatan resmi di Indonesia seperti di POB Nasional Pelabuhan Ratu, Jabar, Pantai Lhoknga, Aceh, Menara Mesjid Al Husna, Cakung Jakarta, Pantai Marina Semarang, BHR Provinsi Riau, BHR Provinsi Bengkulu, BHR Provinsi Bali, dan beberapa tempat resmi lainnya.
Metode penentuan awal bulan Hijriyah
            Dalam mengawali dan mengakhiri bulan Hijriyah khususnya bulan Ramadhan, Syawal dan Zulhijjah ada dua metode yang digunakan, pertama dengan metode rukyah hilal (visibilitas hilal) dan kedua dengan metode hisab (perhitungan).
            Menurut metode rukyah hilal atau teori visibilitas hilal terbaru yang telah dibagun oleh para astronom dalam proyek pengamatan hilal global yang dikenal sebagai Islamic Crescent Observation (ICOP) berpusat di Yordania berdasarkan pada 700 lebih data observasi hilal yang dianggap valid. Teori visibilitas hilal ini menyatakan bahwa hilal mungkin bisa dirukyah jika jarak sudut Bulan dan Matahari (sudut elogasi) minimal 6,4 derajat yang dikenal sebagai “Limit Danjon” (rukyatulhilal.org, 2015). Berdasarkan teori visibilitas hilal “Limit Danjon”, hilal di seluruh Indonesia hanya wilayah Aceh yang berpeluang untuk terlihat, karena sudut elogasi di Aceh melebihi 6,4 derajat. Namun tinggi hilal di Aceh masih di bawah 2 derajat sehingga lama hilal setelah Matahari terbenam sekitar 10 menit sangat memungkinkan hilal tidak terlihat.
            Di Indonesia, teori visivilitas hilal telah dibangun oleh Lembaga Penerbangan Antariksa Nasional (LAPAN) pada tahun 2011. Menurut teori ini, hilal bisa dirukyah bila sudut elogasi minimal 6,4 derajat dan tinggi hilal minimal 4 derajat di atas ufuk mar’i (Thomas Jamaluddin, LAPAN, 2011). Berdasarkan kriteria ini, hilal tidak mungkin terlihat di seluruh Indonesia pada hari pengamatan tanggal 16 Juli 2015, maka bulan Ramadhan disempurnakan 30 hari, sehinggal 1 Syawal 1436 H atau lebaran Idul Fitri 1436 H jatuh pada hari Sabtu 18 Juli 2015.
            Menurut metode hisab yang ada di Indonesia, pertama metode hisab hakiki wujudul hilal yang dibangun oleh Muhammadiyah dalam menyusun kalender Hijriyah untuk keperluan sosial maupun ibadah. kriteria ini menyatakan bahwa awal bulan Hijriyah dimulai apabila telah terjadi ijtimak dan ijtimak terjadi sebelum Matahari terbenam dan pada saat Matahari terbenam, piringan atas Bulan berada di atas ufuk. Berdasarkan teori hisab hakiki wujudul hilal, lebaran Idul Fitri 1436 H jatuh hari Jum’at tanggal 17 Juli 2015, karena kondisi Bulan di seluruh Indonesia pada tanggal 16 Juli 2015 sudah wujud di atas horizon. 
            Kedua, metode hisab imkanur rukyah, kriteria ini digunakan oleh Pemerintah Republik Indonesia melalui pertemuan Menteri-menteri Agama Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Singapura (MABIMS). Kriteria ini menyatakan bahwa hilal dianggap terlihat dan keesokannya ditetapkan sebagai awal bulan Hijriyah apabila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut. 1. Ketika Matahari terbenam, ketinggian Bulan minimal 2 derajat di atas horizon dan 2. Jarak sudut elogasi minimal 3 derajat atau 3. Ketika bulan terbenam, umur Bulan minimal 8 jam setelah ijtimak. Kriteria inilah yang dijadikan pedoman Pemerintah Republik Indonesia untuk menyusun kalender Hijriyah standar Indonesia yang digunakan dalam penentuan hari libur nasional secara resmi. Belakangan ini, khusus untuk penentuan awal bulan Ramadhan, Syawal dan Zulhijjah kriteria ini hanya dipakai oleh Indonesia dan Malaysia, sedangkan Singapura menggunakan hisab wujudul hilal dan Brunei Darussalam sudah menggunakan rukyah hilal berdasarkan teori visibilitas hilal. Berdasarkan teori hisab imkanur rukyah, lebaran Idul Fitri 1436 H hari Jum’at 17 Juli 2015, karena di seluruh Indonesia pada tanggal 16 Juli 2015 kriteria imkanur rukyah telah terpenuhi.
Kesimpulan
            Berdasarkan teori rukyah hilal dan teori hisab imkanur rukyah dan hisab hakiki wujudul hilal, serta didukung oleh data hilal di seluruh Indonesia saat pengamatan hilal pada tanggal 16 Juli 2015, pertanyaan “kapan lebaran Idul Fitri 1436 H ?” bisa dijawab sebagai berikut. Berdasarkan teori rukyah hilal, lebaran Idul Fitri 1436 H di Indonesia adalah hari Sabtu tanggal 18 Juli 2015 dengan jumlah hari bulan Ramadhan 30 hari. Bila berpedoman pada teori hisab imkanur rukyah atau teori hisab hakiki wujudul hilal, lebaran Idul Fitri 1436 H di Indonesia adalah hari Jum’at tanggal 17 Juli 2015 dengan jumlah hari bulan Ramadhan 29 hari.
            Besar harapan bagi pemerintah yang melakukan sidang Isbat, bila penentuan 1 Syawal 1436 H berdasarkan teori rukyah hilal, sudah sewajarnya menolak kesaksian terhadap laporan melihat hilal pada tanggal 16 Juli 2015, atau menerima kesaksian hilal dengan syarat bisa dibuktikan secara ilmiah, karena secara teori rukyah hilal atau teori visibilitas hila, pada tanggal 16 Juli 2015 hilal tidak mungkin terlihat. Kesalahan dalam menyaksikan hilal dalam kondisi yang tidak mungkin terlihat hilal secara teori bisa saja terjadi dan bukan unsur kesengajaan untuk pemalsuan laporan, tetapi biasanya hal ini terjadi akibat pengaruh jiwa sipengamat yang sangat antusias terhadap terlihatnya hilal sehingga bentuk awan yang bergaris mirip bentuk hilal, di matanya sudah benar-benar hilal dan sudah pasti mau bersaksi dan disumpahkan, karena sipengamat sudah begitu yakin apa yang dilihat itu adalah benar hilal. Kepastian untuk menolak laporan kesaksian hilal yang secara teori visibilitas hilal tidak bisa terlihat sudah ditetapkan oleh fuqahak terdahulu, seperti apa yang disampaikan oleh Imam Muhammad Ibn al-Khatib al-Syarbaini dalam kitab Muqni al-Muhtaj, bila ada satu atau dua orang bersaksi telah melihat hilal, tetapi menurut hasil perhitungan ahli hisab, hilal tidak mungkin terlihat. Maka, kesaksian orang tersebut tidak bisa diterima, karena hasil perhitungan lebih pasti (kad’i) sedangakan kesaksian itu hanya sangkaan (dhanni).

            Apabila pemerintah berpedoman pada hisab imkanur rukyah dalam penetapan 1 Syawal 1436 H, maka sidang Isbat tidak perlu menunggu tanggal 16 Juli 2015, karena bila berpedoman berdasarkan hasil hisab, penentuan lebaran Idul Fitri 1436 H sudah bisa diumumkan sebelum masuknya bulan Ramadhan. Wallahu’aklam bissawab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar