Cari Blog Ini

Rabu, 18 Desember 2019

Memaknai Gerhana Matahari 26 Desember 2019 Sebagai Bukti Kekuasaan Allah.


Banyak penelitian mengungkapkan bahwa besar pengaruh gerhana matahari terhadap makhluk lain di bumi, seperti tumbuhan, binatang, dan gravitasi bumi. Pengaruh besar ini mengakibatkan manusia mencari arti dari sebuah peristiwa gerhana dengan pengalaman masing-masing dan inilah awal mulanya lahir berbagai macam mitos dalam kehidupan manusia. Ada yang mengartikan gerhana sebagai tanda akan terjadinya bencana dan ada juga yang memahami bahwa gerhana terjadi akibat pergulatan makhluk gaib yang di manifestasi berbentuk binatang dan bentuk lainnya.


Islam mengajarkan pemeluknya agar menjadikan peristiwa gerhana sebagai tanda kekuasaan Allah Sang Maha pencipta alam semesta. Rasulullah SAW. dalam khotbah gerhana matahari cincin yang terjadi 30 Januari 632 M secara tegas menepis pemahaman mitos yang berkembang dalam masyarakat Arab waktu itu. 

إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ آيَتَانِ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ ، لاَ يَنْخَسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلاَ لِحَيَاتِهِ ، فَإِذَا رَأَيْتُمْ ذَلِكَ فَادْعُوا اللَّهَ وَكَبِّرُوا ، وَصَلُّوا وَتَصَدَّقُوا
“Sesungguhnya matahari dan bulan adalah dua tanda di antara tanda-tanda kekuasaan Allah. Gerhana ini tidak terjadi karena kematian seseorang atau lahirnya seseorang. Jika melihat hal tersebut maka berdoalah kepada Allah, takbir, kerjakanlah salat dan bersedekahlah.” (HR. Bukhari nomor. 1044)
Dari hadis di atas dapat dipahami amalan apa saja yang dianjurkan saat melihat gerhana terjadi. Yaitu salat sunat gerhana, berdoa, takbir, dan bersedekah, tidak jauh berbeda seperti saat melaksanakan salat hari raya. Ibadah ini dilakukan sebagai bentuk syukur dan kekaguman terhadap ciptaan Allah. rasa syukur dan kagum ini akan menghantarkan manusia kepada kesadaran terhadap kehambaan yang lemah tak berdaya. Islam tidak mengajarkan manusia untuk takut terhadap kejadian gerhana, karena gerhana itu bukan sebuah tanda akan terjadi sebuah bencana. Bila gerhana dimaknai sebagai tanda akan terjadi bencana, selain menyimpang dari tuntunan ajaran Islam, juga berakibat kepada ekspresi takut akibat manifestasi Allah sedang marah dan murka, yang pada akhirnya ibadah salat, takbir, berdoa, dan sedekah yang dilakukan saat gerhana berobah makna dari rasa syukur dan kekaguman kepada makna tumbal atau persembahan untuk meredamkan amarah atau murka Allah, padahal Allah Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang.

Sikap yang seharusnya dimunculkan saat gerhana terjadi adalah apa yang dicontohkan oleh Nabi Ibrahim AS saat melihat Allah menghidupkan kembali burung yang telah dicincang dan ditaburkan di atas celah bukit atas perintah-Nya. Melihat kekuasaan Allah ini, Nabi Ibrahim AS merasa tenteram dan tenang hatinya. Seharusnya makna keimanan, syukur, dan bertambah ketakwaan kepada Allah harus diutamakan oleh umat Islam setiap melihat peristiwa gerhana, bukan malah menganggap Allah sedang marah dan murka.

Untuk peristiwa gerhana matahari cincin yang akan terjadi 26 Desember 2019, mari kita hiasi sesuai dengan anjuran syariat Islam, yaitu berkumpul di masjid-masjid untuk berdoa, berzikir, salat sunat gerhana beserta khotbah, dan saling bersedekah. Amalan ini harus dibudayakan dalam masyarakat Islam agar menjadi tuntunan bagi generasi yang akan datang, bila budaya ini tidak diwarisi, generasi yang akan datang akan menciptakan budaya sendiri, seperti berfoto sambil bercanda ria saat sedang gerhana dan budaya ini tidak mustahil akan terjadi bila budaya keislaman tidak diperkuat.  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar