Tulisan ini
mencoba menjelaskan kapan jatuhnya 1 Syawal 1436 H yang merupakan hari raya
Idul Fitri 1436 H dengan pendekatan ilmu falak.
Pertanyaan terhadap kapan jatuhnya
lebaran Idul Fitri 1436 H di Indonesia bukanlah hal yang aneh mengingat tiap
tahun ada terjadi perbedaan dalam penetapan awal atau akhir Ramadhan, artinya
kalau tidak terjadi perbedaan pada saat memulai Ramadhan akan berbeda pada saat
mengakhiri nya atau berlebaran, bahkan perbedaan saat mengawali dan mengakhiri
juga pernah terjadi di negara yang manyoritas umat Islam ini. Anehnya, kalau di
negara lain perbedaan terjadi antara satu negara dengan negara yang lain,
tetapi di Indonesia perbedaan terjadi dalam satu negara, bisa saja antar
provinsi, kabupaten, kecamatan, desa, bahkan dalam satu rumahpun perbedaan bisa
terjadi.
Saat ini desas-desus perbedaan
lebaran Idul Fitri 1436 H kembali terjadi, sebahagian mengatakan hari Jum’at
tanggal 17 Juli 2015, ada juga yang mengatakan hari Sabtu 18 Juli 2015. Isu
perbedaan ini tentunya akan menimbulkan kegelisahan di kalangan masyarakat dan
pihak-pihak penyelenggara kegiatan umum yang berkaitan dengan lebaran Idul
Fitri 1436 H seperti pengawasan penertiban malam takbiran dan penjadwalan
khatib lebaran Idul Fitri 1436 H. Muda-mudahan tulisan ini dapat memberi
sumabagan moril bagi masyarakat untuk menentukan sikap dalam berlebaran Idul
Fitri 1436 H.
Data
hilal tanggal 16 Juli 2015.
Untuk
menganalisa kapan terjadinya lebaran Idul Fitri 1436 H, maka hal yang paling
penting adalah melihat data hilal saat melakukan rukyah pada tanggal 16 Juli
2015 atau 29 Ramadhan 1436 H. Tanggal 16 Juli juga sebagai hari penentuan
apakah hari raya Idul Fitri 1436 H jatuh pada tanggal 17 Juli atau 18 Juli
2015, dimana pada hari ini diadakan sidang Isbat penentuan 1 Syawal 1436 H oleh
pemerintah melalui Kementerian Agama yang dihadiri oleh perwakilan ormas dan
pakar astronomi yang ada di Indonesia. Berdasarkan data yang dipublikasi oleh
BMKG untuk penentuan 1 Syawal 1436 H, hilal di Indonesia pada tanggal 16 Juli
2015 adalah sebagai berikut: Konjungsi geosentrik atau konjungsi atau ijtima’ adalah
peristiwa ketika bujur ekliptika Bulan
sama dengan bujur ekliptika Matahari dengan pengamat diandaikan berada di pusat Bumi. Peristiwa
ini
akan kembali terjadi pada hari Kamis, 16 Juli 2015 M, pukul 08 : 24 WIB. Ketinggian Hilal di seluruh
Indonesia saat Matahari terbenam pada 16 Juli 2015 berkisar antara 1,30 derajat sampai dengan 2,91 derajat. Besar sudut elongasi saat Matahari terbenam tanggal 16 Juli 2015 di seluruh Indonesia berkisar antara 5,31
derajat sampai dengan 6,43 derajat. Umur
Bulan di seluruh Indonesia pada tanggal 16 Juli 2015 berkisar antara 7,17 jam sampai dengan 10,55 jam terhitung
saat setelah Ijtima’ sampai matahari terbenam.
Titik
resmi pengamatan hilal di Indonesia.
Kita patut mengapresiasi terhadap
peran pemerintah dalam hal ini Kementerian Agama dalam menangani permasalahan
hisab dan rukyah di Indonesia. Saat ini lokasi resmi yang ada di Indonesia
tidak kurang 40 titik dan sudah barang tentu ke 40 lokasi ini memiliki SDM yang
handal, lokasi yang sudah standar untuk melakukan rukyah hilal, dan sudah
memiliki alat rukyah yang canggih, seperti teleskop yang dilengkapi dengan
kamera sebagai alat pembantu untuk mendokumentasi hilal saat melakukan
pengamatan. Titik pengamatan resmi di Indonesia seperti di POB Nasional
Pelabuhan Ratu, Jabar, Pantai Lhoknga, Aceh, Menara Mesjid Al Husna, Cakung
Jakarta, Pantai Marina Semarang, BHR Provinsi Riau, BHR Provinsi Bengkulu, BHR
Provinsi Bali, dan beberapa tempat resmi lainnya.
Metode
penentuan awal bulan Hijriyah
Dalam mengawali dan mengakhiri bulan
Hijriyah khususnya bulan Ramadhan, Syawal dan Zulhijjah ada dua metode yang
digunakan, pertama dengan metode rukyah hilal (visibilitas hilal) dan kedua
dengan metode hisab (perhitungan).
Menurut metode rukyah hilal atau
teori visibilitas hilal terbaru yang telah dibagun oleh para astronom dalam
proyek pengamatan hilal global yang dikenal sebagai Islamic Crescent
Observation (ICOP) berpusat di Yordania berdasarkan pada 700 lebih data
observasi hilal yang dianggap valid. Teori visibilitas hilal ini menyatakan
bahwa hilal mungkin bisa dirukyah jika jarak sudut Bulan dan Matahari (sudut
elogasi) minimal 6,4 derajat yang dikenal sebagai “Limit Danjon”
(rukyatulhilal.org, 2015). Berdasarkan teori visibilitas hilal “Limit Danjon”,
hilal di seluruh Indonesia hanya wilayah Aceh yang berpeluang untuk terlihat,
karena sudut elogasi di Aceh melebihi 6,4 derajat. Namun tinggi hilal di Aceh
masih di bawah 2 derajat sehingga lama hilal setelah Matahari terbenam sekitar
10 menit sangat memungkinkan hilal tidak terlihat.
Di Indonesia, teori visivilitas
hilal telah dibangun oleh Lembaga Penerbangan Antariksa Nasional (LAPAN) pada
tahun 2011. Menurut teori ini, hilal bisa dirukyah bila sudut elogasi minimal
6,4 derajat dan tinggi hilal minimal 4 derajat di atas ufuk mar’i (Thomas
Jamaluddin, LAPAN, 2011). Berdasarkan kriteria ini, hilal tidak mungkin
terlihat di seluruh Indonesia pada hari pengamatan tanggal 16 Juli 2015, maka
bulan Ramadhan disempurnakan 30 hari, sehinggal 1 Syawal 1436 H atau lebaran
Idul Fitri 1436 H jatuh pada hari Sabtu 18 Juli 2015.
Menurut metode hisab yang ada di
Indonesia, pertama metode hisab hakiki wujudul hilal yang dibangun oleh
Muhammadiyah dalam menyusun kalender Hijriyah untuk keperluan sosial maupun
ibadah. kriteria ini menyatakan bahwa awal bulan Hijriyah dimulai apabila telah
terjadi ijtimak dan ijtimak terjadi sebelum Matahari terbenam dan pada saat
Matahari terbenam, piringan atas Bulan berada di atas ufuk. Berdasarkan teori
hisab hakiki wujudul hilal, lebaran Idul Fitri 1436 H jatuh hari Jum’at tanggal
17 Juli 2015, karena kondisi Bulan di seluruh Indonesia pada tanggal 16 Juli
2015 sudah wujud di atas horizon.
Kedua, metode hisab imkanur rukyah,
kriteria ini digunakan oleh Pemerintah Republik Indonesia melalui pertemuan
Menteri-menteri Agama Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Singapura
(MABIMS). Kriteria ini menyatakan bahwa hilal dianggap terlihat dan keesokannya
ditetapkan sebagai awal bulan Hijriyah apabila memenuhi syarat-syarat sebagai
berikut. 1. Ketika Matahari terbenam, ketinggian Bulan minimal 2 derajat di
atas horizon dan 2. Jarak sudut elogasi minimal 3 derajat atau 3. Ketika bulan
terbenam, umur Bulan minimal 8 jam setelah ijtimak. Kriteria inilah yang
dijadikan pedoman Pemerintah Republik Indonesia untuk menyusun kalender
Hijriyah standar Indonesia yang digunakan dalam penentuan hari libur nasional
secara resmi. Belakangan ini, khusus untuk penentuan awal bulan Ramadhan,
Syawal dan Zulhijjah kriteria ini hanya dipakai oleh Indonesia dan Malaysia,
sedangkan Singapura menggunakan hisab wujudul hilal dan Brunei Darussalam sudah
menggunakan rukyah hilal berdasarkan teori visibilitas hilal. Berdasarkan teori
hisab imkanur rukyah, lebaran Idul Fitri 1436 H hari Jum’at 17 Juli 2015,
karena di seluruh Indonesia pada tanggal 16 Juli 2015 kriteria imkanur rukyah
telah terpenuhi.
Kesimpulan
Berdasarkan teori rukyah hilal dan
teori hisab imkanur rukyah dan hisab hakiki wujudul hilal, serta didukung oleh
data hilal di seluruh Indonesia saat pengamatan hilal pada tanggal 16 Juli
2015, pertanyaan “kapan lebaran Idul Fitri 1436 H ?” bisa dijawab sebagai
berikut. Berdasarkan teori rukyah hilal, lebaran Idul Fitri 1436 H di Indonesia
adalah hari Sabtu tanggal 18 Juli 2015 dengan jumlah hari bulan Ramadhan 30
hari. Bila berpedoman pada teori hisab imkanur rukyah atau teori hisab hakiki
wujudul hilal, lebaran Idul Fitri 1436 H di Indonesia adalah hari Jum’at
tanggal 17 Juli 2015 dengan jumlah hari bulan Ramadhan 29 hari.
Besar harapan bagi pemerintah yang
melakukan sidang Isbat, bila penentuan 1 Syawal 1436 H berdasarkan teori rukyah
hilal, sudah sewajarnya menolak kesaksian terhadap laporan melihat hilal pada
tanggal 16 Juli 2015, atau menerima kesaksian hilal dengan syarat bisa
dibuktikan secara ilmiah, karena secara teori rukyah hilal atau teori
visibilitas hila, pada tanggal 16 Juli 2015 hilal tidak mungkin terlihat.
Kesalahan dalam menyaksikan hilal dalam kondisi yang tidak mungkin terlihat
hilal secara teori bisa saja terjadi dan bukan unsur kesengajaan untuk
pemalsuan laporan, tetapi biasanya hal ini terjadi akibat pengaruh jiwa
sipengamat yang sangat antusias terhadap terlihatnya hilal sehingga bentuk awan
yang bergaris mirip bentuk hilal, di matanya sudah benar-benar hilal dan sudah
pasti mau bersaksi dan disumpahkan, karena sipengamat sudah begitu yakin apa
yang dilihat itu adalah benar hilal. Kepastian untuk menolak laporan kesaksian
hilal yang secara teori visibilitas hilal tidak bisa terlihat sudah ditetapkan
oleh fuqahak terdahulu, seperti apa yang disampaikan oleh Imam Muhammad Ibn
al-Khatib al-Syarbaini dalam kitab Muqni al-Muhtaj, bila ada satu atau dua
orang bersaksi telah melihat hilal, tetapi menurut hasil perhitungan ahli
hisab, hilal tidak mungkin terlihat. Maka, kesaksian orang tersebut tidak bisa
diterima, karena hasil perhitungan lebih pasti (kad’i) sedangakan kesaksian itu
hanya sangkaan (dhanni).
Apabila pemerintah berpedoman pada
hisab imkanur rukyah dalam penetapan 1 Syawal 1436 H, maka sidang Isbat tidak
perlu menunggu tanggal 16 Juli 2015, karena bila berpedoman berdasarkan hasil
hisab, penentuan lebaran Idul Fitri 1436 H sudah bisa diumumkan sebelum
masuknya bulan Ramadhan. Wallahu’aklam bissawab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar