Dalam
pemberitaan harian serambi indonesia hari ini menyebutkan, Ribuan pengikut thariqad
syattariah Abu Habib Muda Seunagan atau biasa disebut Abu Peuleukung di
Kabupaten Nagan Raya, hari ini (Senin 4 Juli 2016) melakukan Hari Raya Idul
Fitri 1437 Hijriyah. Hal ini wajar-wajar saja karena jumlah puasa yang mereka
tempuh sudah mencapai 30 hari, terhitung semenjak tanggal 4 Juni 2016.
Penetapan awal puasa Ramadhan 1437 Hijriyah mereka lebih awal dua hari dari
penetapan resmi Pemerintah Republik Indonesia melalui sidang Itsbat. Sidang itsbat
menetapkan 1 Ramadhan 1437 Hijriyah jatuh pada hari Senin 6 Juni 2016,
sedangkan pengikut Abu Peuleukung menetapkan 1 Ramadhan jatuh pada hari Sabtu 4
Juni 2016.
Dalam setiap pemberitaan selalu
menyebutkan, bahwa penetapan awal dan akhir Ramadhan berdasarkan Hisab yang
dilakukan oleh sejumlah ulama dayah di Nagan Raya. Namun, dalam setiap
pemberitaan tidak disebutkan secara rinci metode hisab apa yang digunakan.
Banyak diantara kita yang bertanya-tanya terhadap persoalan ini. Metode hisab
apa yang mereka gunakan? Kenapa bisa berbeda dengan penetapan pemerintah?
Dalam ilmu falak, secara garis
besar, metode hisab dalam konteks penentuan awal bulan Hijriyah terbagi dua
macam, yaitu hisab ‘Urfi dan hisab Hakiki. Hisab ‘urfi adalah sistem
perhitungan awal bulan Hijriyah yang mengacu kepada gerak rata-rata bulan dalam
setahun mengintari bumi dengan mendistribusikan jumlah hari kedalam bulan
secara berselang seling antara bulan yang bernomor urut ganjil (30 hari) dengan
yang bernomor urut genap (29 hari) dengan kaidah-kaidah tertentu. Dalam kaidah
hisab ‘urfi jumlah bulan Ramadhan selalu 30 hari karena jatuh pada bilangan
bulan ganjil yaitu bulan ke-9 dan tidak terfokus samasekali pada keterlihatan
hilal.
Sedangkan hisab hakiki adalah metode penentuan awal bulan Hijriyah
yang dilakukan dengan menghitung gerak bulan di langit yang sesungguhnya,
sehingga awal dan akhir bulan Hijriyah mengacu pada kedudukan atau perjalanan
bulan di langit. Hanya saja untuk menentukan pada saat mana dari perjalanan
bulan itu dapat dinyatakan sebagai awal bulan baru terdapat berbagai kriteria
dalam hisab hakiki untuk menentukannya. Jumlah hari bulan Ramadhan tidak pasti
30 hari dalam setiap tahun, tetapi tergantung terpenuhi atau tidak kriteri
dalam hisab hakiki.
Bila kita menganalisa terhadap praktik hisab yang diamalkan oleh
pengikut Abu Peuleukung dari beberapa tahun terakhir dalam menentukan awal dan
akhir Ramadhan, bisa dipastikah bahwa hisab yang dimaksud dalam setiap
pemberitaan adalah metode Hisab ‘Urfi Khumasi. Sistem hisab ‘urfi khumasi
adalah sebuah sistem penentuan awal dan akhir bulan baru dengan menghitung maju
lima hari dari hari awal bulan tahun sebelumnya. Sebagai contah, kalau tahun
ini 1 Ramadhan 1437 Hijriah jatuh pada hari Sabtu, tahun depan dipastikan 1
Ramadhan 1438 Hijriah jatuh pada hari Rabu dengan cara menambah lima hari
semenjak hari Sabtu.
Pengikut Abu Peuleukung terlihat sangat
konsisten dalam mengamalkan metode hisab ‘urfi khumasi ini, hal ini bisa di
lihat dari pemberitaan semenjak tahun 2012 dalam mengawali dan mengkhiri puasa
Ramadhan.
Tahun
2012, 1 Ramadhan hari Kamis 19 Juli 2012. 1 Syawal hari Sabtu 18 Agustus 2012.
Tahun
2013, 1 Ramdhan hari Senin 8 Juli 2013. 1 Syawal hari Rabu 7 Agustus 2013.
Tahun
2014, 1 Ramadhan hari Juma’at 27 Juni 2014. 1 Syawal hari Minggu 27 Juli 2014.
Tahun
2015, 1 Ramadhan hari Selasa 16 Juni 2015. 1 Syawal hari Kamis 16 Juli 2015.
Tahun
2016, 1 Ramadhan hari Sabtu 4 Juni 2016. 1 Syawal hari senin 4 Juli 2016.
Dari data ini bisa dilanjutkan untuk
menentukan awal bulan Ramadhan 2017 jatuh hari Rabu dan 1 Syawal jatuh pada
hari Jum’at. Secara rinci, metode hisab ‘urfi khumasi ini sebenarnya punya kaidah khusus yang hampir
sama dengan kaidah hisab ‘urfi lainnya, seperti hisab ‘urfi Umar, hisab ‘urfi
Aboge dan hasab ‘urfi Asapon. Metode hisab ‘urfi khumasi, memang berbeda dengan
metode penentuan awal dan akhir bulan Ramadhan yang dipedomani oleh pemerintah,
pemerintah menggunakan metode Rukyah hilal, yaitu awal bulan baru terhitung bila
terlihat hilal dan ditetapkan melalui sidang Itsbat. Persoalan bisa atau tidak
bisa mempedomani pada hisab ‘urfi dalam penentuan awal dan akhir Ramadhan
secara syariat Islam, kita serahkan saja kepada pihak yang berwewenang, yaitu Majelis
Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh.
Mantap guree...
BalasHapusSangat sistematis
BalasHapus