Dalam
ilmu falak, gerhana matahari dikenal ada empat jenis, pertama gerhana matahari
total, dimana saat puncak gerhana terjadi, seluruh piringan matahari ditutupi
oleh piringan bulan sehingga matahari terlihat hitam dan memancarkan cahaya
korona yang indah. Kedua gerhana parsial, dimana saat puncak gerhana terjadi
hanya sebahagian piringan matahari ditutupi oleh piringan bulan. Ketiga gerhana
cincin, dinamai dengan cincin karena saat puncak gerhana terjadi, piringan
bulan hanya menutupi pertengahan piringan matahari saja sehingga matahari
terlihat bercahaya pada lingkaran pinggir saja yang berbentuk mirip cincin
karena pada posisi tengah matahari berwarna hitam. Keempat gerhana hibrida,
dimana saat puncak gerhana terjadi, di satu daerah terlihat gerhana matahari
total dan di daerah lain terlihat berbentuk gerhana cincin. Gerhana jenis
terahir ini tergolong peristiwa gerhana yang relatif jarang terjadi atau
langka.
Untuk
jenis gerhana matahari tanggal 26 Desember 2019 adalah gerhana matahari cincin,
karena saat puncak gerhana terjadi, piringan bulan hanya menutupi bahagian
tengah piringan matahari saja, sehingga sinar matahari hanya terlihat di
pinggiran piringan matahari yang berbentuk cincin. Gerhana matahari cincin
terjadi saat piringan matahari lebih besar dari piringan bulan yang dipengaruhi
oleh jarak matahari dan bulan dari bumi. Jalur gerhana cincin hanya melintasi
bahagian kecil dari pulau Sumatera dan Kalimantan yang meliputi Padang
Sidempuan, Duri, Batam, Siak, Tanjung Batu, Singkawang dan Sambas. Sedangkan
untuk wilayah lain di seluruh Indonesia akan melihat gerhana dalam bentuk
parsial saja.
Secara
perhitungan ilmu falak, untuk wilayah Aceh gerhana matahari dalam bentuk
parsial akan terjadi mulai pukul 10.34.24 ditandai dengan menyentuhnya piringan
bulan denga piringan matahari. Saat puncak gerhana di Aceh, dimana 85 %
piringan matahari ditutupi oleh piringan bulan pada pukul 12.17.36 dan saat ini
permuakan matahari akan terlihat di Aceh seperti bulan sabit. Akhir gerhana
pada pukul 14.00.53 yang ditandai piringan bulan sudah terlepas dari piringan
matahari.
Bila
dilihat dari segi sejarah Islam, peristiwa gerhana matahari cincin 26 Desember
2019 menarik untuk didalami. Dari analisis astronomis, ternyata pada masa
Rasulullah menjelang Wafat sempat melihat gerhana matahari di Madinah dan salat
gerhana bersama dengan masyarakat Madinah dan ternyata gerhana saat itu adalah gerhana
matahari cincin. Gerhana ini terjadi pada tanggal 30 Januari 632 M menjelang
Zulqaidah 10 H, dimana gerhana terjadi diperkirakan sekitar pukul 9 waktu
Madinah dan terlihat di Madinah dalam bentuk Parsial dengan kadar 85 % piringan
matahari ditutupi oleh piringan bulan.
Peristiwa gerhana ini menjadi sorotan
masyarakat Madinah saat itu, sebab pada hari yang sama (pada waktu pagi)
meninggal anak Rasulullah yaitu Ibrahim pada umur 16 bulan. Semua masyarakat
menduga bahwa gerhana matahari yang terjadi setelah selesai pemakaman anak
Rasulullah adalah akibat dari meninggalnya anak Rasulullah, sehingga dalam isi
khudbah Rasulullah meluruskan isu itu dengan menyebutkan “Matahari dan bulan
adalah bahagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah. Terjadinya gerhana bukan
karena kematian atau kehidupan seseorang. Maka bila melihatnya, berzikirlah
kepada Allah dengan mengerjakan salat”. Ternyata salat gerhana ini bagi
Rasulullah merupakan salat gerhana pertama dan yang terahir dalam hidup
Rasulullah, diman sekitar 4 bulan setelah peristiwa gerhana ini terjadi, 12
Rabiul awal 11 H atau Juni 632 M Rasulullah Wafat. Bila dikaitkan antara Aceh
dan Madinah dengan dua peristiwa gerhana matahari tersebut, ada kemiripan dan
inilah yang menjadi istimewa. Pertama dari sisi nama gerhana, kedua gerhana itu
berjenis gerhana matahari cincin. Kedua dari segi waktu kejadian, dua gerhana
ini sangat mirib, sama-sama menjelang siang hari. Ketiga bentuk gerhana yang
teramati, sama-sama 85 %.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar