Cari Blog Ini

Sabtu, 23 Juli 2011

Mazhab-mazhab Dalam Ilmu Hisab


Perlu dikemukakan bahwa di kalangan kaum Muslimin yang menggunakan hisab, termasuk di Indonesia, ada dua pendapat atau madzhab yang tampaknya tidak mudah dipertemukan yaitu hisab `urfi dan hisab haqiqi. Perbedaan tersebut tentu saja menimbulkan perbedaan, terutama dalam menentukan awal bulan Ramadlan dan Syawwal.

A. Hisab 'Urfi

      Hisab `urfi (`urf = kebiasaan atau tradisi) adalah hisab yang melandasi perhitungannya dengan kaidah-kaidah tradisional.

B.Hisab haqiqi

      Hisab Haqiqi (haqiqah= realitas atau yang sebenarnya) adalah dengan menggunakan kaidah-kaidah astronomik dan matematik.

      Menurut hisab `urfi, umur setiap bulan Qamariyah ditentukan berdasarkan pemerataan (averaging) waktu peredaran bulan mengelilingi bumi dalam setahun (354 11/30 hari). Dari angka pecahan ini dapat diperoleh data bahwa dalam 1 daur atau 1 siklus (yakni 30 tahun) terdapat 11 tahun panjang (kabisat) dan 19 tahun pendek (basitat). Tahun kabisat berumur 355 hari, sedangkan tahun basitat berumur 354 hari. Tahun-tahun panjang (kabisat) pada setiap daur ditetapkan (dengan dasar yang tidak jelas, tetapi diakui secara tradisional) pada tahun-tahun ke-2, 5, 7, 10, 13, 16, 18, 21, 24, 26, dan ke-29. Sedangkan tahun-tahun lainnya dinyatakan sebagai tahun-tahun basitat. Mengenai umur setiap bulan Qamariyah, hisab `urfi menetapkan (juga dengan dasar yang tidak jelas, tetapi diakui secara tradisional) bahwa bulan-bulan gasal (diawali dengan bulan Muharram) selalu berumur 30 hari, sedangkan bulan-bulan genap (diawali dengan bulan Shafar) selalu berumur 29 hari (lihat tabel). Tetapi khusus pada tahun kabisat, bulan Dzulhijjah (bulan genap) dihitung berumur 30 hari. Karena umur setiap bulan sudah ditentukan sedemikian rupa secara definitif, maka madzhab hisab ini sama sekali tidak memerlukan ru'yatul hilal.

Tabel Distribusi Umur Bulan Qamariyah Menurut Hisab `Urfi

No. Nama Bulan, Umur (hari)

1. Muharram 30 hari

2. Shafar 29 hari

3. Rabi'ul Awwal 30 hari

4. Rabi'ul Akhir 29 hari

5. Jumadal Ula 30 hari

6 Jumadal Akhirah 29 hari

7.Rajab   30 hari

8. Sya'ban 29 hari

9. Ramadlan 30 hari

10. Syawwal 29 hari

11. Dzulqa'dah 30 hari

12. Dzulhijjah 29 hari*

* Pada tahun kabisat berumur 30 hari.

      Berdasarkan hisab `urfi ini tanggal 1 Muharram tahun 1 Hijriyyah jatuh pada hari Kamis atau Jum'at tanggal 15 atau 16 Juli tahun 622 M.

      Hisab haqiqi sendiri terdiri dari 6 madzhab atau aliran:

 (1) madzhab ijtima` qablal-ghurub.

 (2) madzhab ijtima` qablal-fajr

 (3) madzhab hilal di atas ufuq haqiqi,

 (4) madzhab hilal di atas ufuq hissi,

 (5) madzhab hilal di atas ufuq mar'i, dan

(6) madzhab hilal pada imkanur-ru'yat.

      Madzhab pertama dan kedua pada dasarnya hanya berpegang pada peristiwa ijtima` (lengkapnya ijtima`un-nayirain) atau conjunction, yakni bertemunya matahari dan bulan pada bujur astronomik (dawa'irul-buruj) yang sama, tanpa mempertimbangkan posisi hilal di ufuq barat pada saat terbenam matahari di akhir bulan yang sedang berjalan. Karena itu, bagi kedua madzhab ini ru'yatul-hilal tidak dianggap penting.

      Menurut madzhab pertama, bila ijtima` terjadi sebelum matahari terbenam, berarti keesokan harinya sudah masuk tanggal 1 bulan baru. Sedangkan, menurut madzhab kedua, bila ijtima` terjadi sebelum terbit fajar pada akhir bulan yang sedang berjalan, berarti sisa malam itu sudah termasuk tanggal 1 bulan berikutnya. Setahu saya, madzhab kedua ini banyak dianut umat Islam di Arab Saudi, sedangkan di Indonesia
hanya dianut oleh sebagian kecil umat Islam saja.

      Madzhab ketiga sampai dengan keenam pada dasarnya menetapkan awal bulan Qamariyah berdasarkan posisi hilal di ufuq barat pada saat matahari terbenam di akhir bulan yang sedang berjalan. Menurut madzhab ketiga, tanggal 1 dinyatakan sudah masuk bila posisi hilal ada di atas ufuq haqiqi. Ufuq haqiqi adalah bidang datar yang melalui titik pusat bumi dan tegak lurus dengan garis vertikal dari si pengamat. Madzhab
ini tidak mempermasalahkan koreksi-koreksi dengan tinggi tempatpengamat (Dip), parallaks (ikhtilaful-manzar) atau beda lihat, refraction (daqa'iqul-ikhtilaf) atau pembiasan sinar, dan jari-jari atau semidiameter bulan.

      Madzhab keempat (hilal di atas ufuq hissi) berpendirian, bila pada saat matahari terbenam di akhir bulan yang sedang berjalan hilal sudah ada (wujud, exist) di atas ufuq hissi, berarti malamnya sudah dianggap tanggal 1 bulan baru. Ufuq hissi adalah bidang datar yang melewati mata si pengamat dan sejajar dengan ufuq haqiqi. Berbeda dengan madzhab ketiga, yang memperhitungkan tinggi hilal dari titik pusat bumi, madzhab ini memperhitungkan tinggi hilal dari atas permukaan bumi. Madzhab keempat ini, meskipun kurang populer, diakui eksistensinya oleh Musyawarah Hisab yang diadakan oleh Badan Hisab dan Ru'yat Departemen Agama pada tahun 1970 di Yogyakarta.

      Madzhab kelima (hilal di atas ufuq mar'i), yang merupakan pengembangan dari madzhab ketiga dan keempat, berpegang pada posisi hilal di atas ufuq mar'i (visible horizon). Ufuq mar'i adalah bidang datar yang merupakan batas pemandangan mata pengamat. Madzhab kelima ini, yang antara lain diikuti oleh almarhum Sa`adoeddin Djambek, ketua Badan Hisab dan Ru'yah Departemen Agama yang pertama dan Mantan Ketua Majelis Pendidikan dan Pengajaran Pusat (Mapendappu) PP Muhammadiyah, melengkapi perhitungannya dengan koreksi-koreksi kerendahan ufuq (Dip), refraction, parallaks dan semidiameter bulan (yang rata-rata sekitar 16 menit busur). Madzhab ini dapat dipadukan dengan ru'yatul-hilal.

      Terakhir, madzhab keenam (hilal pada imkanur-ru'yat) menetapkan bahwa posisi hilal di ufuq barat pada saat matahari terbenam setelah terjadinya ijtima` di akhir bulan yang sedang berjalan harus mencapai ketinggian tertentu yang memungkinkan untuk dilihat (ru'yah). Dalam hal ini ada perbedaan mengenai tinggi hilal itu, tetapi biasanya berkisar antara minimal 5 derajat dan maksimal 10 derajat di atas ufuq. Batas minimal ketinggian hilal yang ditetapkan oleh Badan Hisab dan Ru'yat Internasional yang berpusat di Istanbul (Turki) adalah 7 derajat.

      Sampai di sini kiranya jelas bahwa perbedaan dalam menetapkan awal Ramadhan dan Syawwal (`Idul-Fitri) tidak hanya disebabkan oleh perbedaan cara atau metodenya (ru'yah dan hisab), tetapi juga disebabkan oleh berbagai macam madzhab hisab yang dipergunakan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar