Alquran sebagai cerminan hidup harus di artikan secara filosofis, karena ungkapan ini mengandung makna filosofis. Setidak nya ada dua makna yang disepakati bahwa cermin itu tidak pernah dalam menampilkan gambaran, bila gambar kelihatan jelek itu bukan cermin nya yang salah, namun yang bercermin itu yang kurang jelas. Cermin itu bisa jadi rujukan tampilan kita, karena selalu jujur dalam menampilkan orang yang bercermin, tidak pernah terdengar ada orang yang sedang becermin tiba-tiba wajah nya berubah jadi kucing atau lainnya.
Alquran sebagai cerminan hidup harus diartikan seperti itu, Alquran tidak pernah mengarahkan manusia kepada jalan yang tidak baik dan Alquran tidak pernah memaksa penampilan hidup kita, namun Alquran menyediakan standar penampilan hidup, artinya bila kita ingin hidup yang standar bercermin lah pada Alquran, bila saat bercermin belum kelihatan standar, perbaikilah cara hidup kita dengan terus belajar, bukan meninggalkan Alquran atau menyalahkan Alquran. Bila kita ingin hidup kita selalu pada standar, selalu dekatkan diri kita dengan Alquran.
Umat Islam harus yakin teks dan makna umum Alquran itu qadim dan suci, murni dari Allah, tidak ada intervensi dari manusia. Maksud dari makna umum di sini adalah dalalah maqasit al-syariah nya (rambu-rambu umum), bukan makna khusus hasil interpretasi terhadap Alquran dalam menjawab sebuah permasalahan pada suatu masa dan sebuah wilayah, karena makna ini akan terus berubah seiring berputar nya waktu dan bergeser nya tempat. Kita tentunya yakin bahwa persoalan atau dinamika yang muncul akan selalu berubah dan berbeda antara satu tempat dengan tempat yang lain, antara satu masa dengan masa yang berikutnya. Di sini arti Alquran sebagai cerminan hidup pada makna umum tadi harus tetap dijaga, hukum atau jawaban boleh bergeser namun tidak boleh lepas dari makna umum tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar