Cari Blog Ini

Kamis, 10 Januari 2013

ILMU FALAK, KURIKULUM YANG DITINGGALKAN



ILMU FALAK, KURIKULUM YANG DITINGGALKAN
OLEH: TGK. ISMAIL, S.Sy[1]

Islam sebagai agama Allah SWT sangat menekankan akan pentingnya ilmu pengetahuan. Hal ini dapat dibaca dari ayat pertama yang diturunkan kepada Rasulullah SAW yang berbunyi “Iqra”, banyaknya ayat yang mengisyaratkan tentang ilmu pengetahuan di alam semesta, pujian dari Allah SWT kepada orang-orang yang berilmu, hingga banyaknya ilmuwan muslim di setiap generasi yang turut andil menyumbang peradaban bagi umat manusia.

Salah satu ilmu pengetahuan yang sangat penting bagi umat Islam adalah ilmu hisab atau ilmu falak. Ilmu hisab ini sangat berkaitan dengan ibadah-ibadah penting seperti shalat, puasa dan haji. Dengan ilmu hisab, waktu shalat fardhu dapat ditentukan dengan memahami pergerakan semu Matahari. Penentuan masuknya bulan Ramadhan, Syawal dan Dzulhijjah sebagai patokan untuk ibadah puasa dan haji dapat dipastikan dengan memahami pergerakan Matahari dan Bulan. Selain itu, dengan sedikit memahami ilmu matematika (segitiga bola langit), arah atau posisi Ka’bah yang menjadi qiblat shalat dapat pula diketahui dari segala posisi di Bumi, bahkan memprediksi kapan terjadinya gerhana, saat dimana umat muslim diperintahkan mengerjakan shalat gerhana, semuanya tidak dapat terlepas dari Ilmu Hisab. Mengingat pentingnya ilmu hisab, maka ilmu ini sangat perlu dipelajari oleh umat Islam.
Tetapi Ironisnya, di tengah masyarakat Indonesia pada umumnya dan Aceh pada khususnya yang mayoritas muslim, Ilmu Falak mulai banyak ditinggalkan. Dulu di era 80-an ilmu falak masih di pelajari di tingkat Aliyah/SMA, tapi sekarang ilmu falak berangsur-angsur dihapus dari kurikulum sekolah, baik sekolah yang berbasis agama maupun sekolah umum. Bahkan yang paling menyedihkan di kalangan pesantren sendiri kurikulum ilmu falak ini juga banyak dieliminasi. Padahal di sisi lain penentuan awal Ramadlan, Syawwal dan Dzul Hijjah yang masih menjadi bahan perdebatan yang tak kunjung selesai hingga kini. Belum lagi ketepatan arah kiblat masjid-masjid di negeri ini yang 80% tidak tepat ke arah Ka'bah.
Keengganan santri maupun civitas akademika untuk mempelajari ilmu hisab adalah karena dogmatika pemikiran bahwa ilmu hisab itu adalah ilmu Nujum yang diharamkan untuk dipelajari, padahal ilmu falak dan ilmu nujum sangat jauh berbeda. Ilmu falak  adalah salah satu ilmu pengetahuan yang mempelajari perhitungan gerak benda-benda langit berdasarkan garis edarnya, benda-benda langit yang dimaksud adalah Matahari, Bulan, planet-planet lainnya. Ilmu hisab yang penulis maksud di sini hanya sebatas ilmu hisab yang berhubungn dengan Ibadah-ibadah syar'i, yakni sekitar perjalanan Matahari dan Bulan yang notabene-nya berhubungan dengan waktu shalat, penentuan arah Kiblat, shalat gerhana serta awal bulan qamariyah. Ilmu ini juga dikenal  dengan ilmu Astronomi Islam.
       Sedangkan Ilmu Nujum atau disebut juga Astrologi adalah ilmu tradisi yang mempelajari tentang hubungan kejadian-kejadian di bumi dengan posisi dan pergerakan benda-benda langit seperti Matahari, Bulan, planet maupun bintang. Ilmu nujum sudah berkembang sejak sekitar 4000 tahun yang lalu dimulai dari Mesopotania yaitu sebuah negeri di Timur Tengah, lalu berkembang ke Eropa, Amerika serta Asia. Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan maka astrologi pun turut berkembang. Pada awalnya astrologi dan astronomi merupakan satu kesatuan ilmu, namun pada abad 17 astrologi mulai dipisahkan dari astronomi dikarenakan metode yang digunakan para astrolog tidak mengikuti kaidah-kaidah ilmiah, bahkan di Barat astrologi tidak hanya mendapatkan perlawanan dari para ilmuwan tapi juga Gereja karena dianggap melanggar ajaran agama.
Ada juga sebagian yang mengangap ilmu falak atau ilmu hisab adalah pelajaran yang sulit. Akan tetapi sebenarnya Ilmu Hisab tidaklah sesulit yang dibayangkan. Memang sebelum adanya media perhitungan (kalkulator scientific) perhitungan hisab awal Bulan sangatlah rumit dan menguras pikiran akan tetapi setelah adanya kalculator scientific maupun excel hal tersebut bisa diselesaikan dengan mudah.   
Keengganan santri maupun civitas akademika dalam mempelajari ilmu falak ini sudah berujung kepada kenyataan negatif. Betapa banyak lulusan akademisi yang bekerja di instansi yang menangani Hisab dan Rukyah tetapi tidak menguasai betul ilmu tersebut yang mengakibatkan kesalahan persepsi ketika laporan rukyah di lapangan saat penentuan awal dan akhir Ramadhan. Begitu pula dengan lulusan pesantren yang diagung-agungkan oleh masyarakat terhadap kemampuan dan keilmuannya tetapi tidak sedikit yang sama sekali tidak menguasai ilmu falak. Dalam hal ini penulis tidak bermaksud untuk menyudutkan dan mencari siapa yang salah, tetapi dalam kesempatan ini penulis mengajak untuk sama-sama melihat dan peduli betapa pentingnya ilmu falak terhadap ibadah umat Islam. Apabila ilmu ini terus kita abaikan maka tidak tertutup kemungkinan di suatu saat kita akan melaksanakan shalat, berpuasa serta ibadah haji tidak pada waktunya dan melakukan shalat tidak mengarah kepada Ka’kbah lagi.
Mengingat hal tersebut dan semakin langkanya ahli-ahli hisab di negeri kita tercinta ini padahal belajar ilmu hisab juga tergolong fardlu kifayah, menurut penulis sudah semestinya pemerintah Aceh menggalakkan kembali pelajaran ilmu hisab atau ilmu falak melalui program-program yang sifatnya mengembang, baik melalui Badan Dayah, MPU dan Kementerian Agama. Wallahu’alam bissawab…


[1]Pembina UKM Lembaga Kajian Ilmu Falak STAIN Malikussaleh Lhokseumawe .

Tidak ada komentar:

Posting Komentar