ILMU FALAK, KURIKULUM YANG DITINGGALKAN
OLEH:
TGK. ISMAIL, S.Sy[1]
Islam sebagai agama Allah SWT sangat menekankan
akan pentingnya ilmu pengetahuan. Hal ini dapat dibaca dari ayat pertama yang diturunkan
kepada Rasulullah SAW yang berbunyi “Iqra”, banyaknya ayat yang mengisyaratkan
tentang ilmu pengetahuan di alam semesta, pujian dari Allah SWT kepada
orang-orang yang berilmu, hingga banyaknya ilmuwan muslim di setiap generasi
yang turut andil menyumbang peradaban bagi umat manusia.
Salah satu ilmu pengetahuan yang sangat penting
bagi umat Islam adalah ilmu hisab atau ilmu falak. Ilmu hisab ini sangat
berkaitan dengan ibadah-ibadah penting seperti shalat, puasa dan haji. Dengan
ilmu hisab, waktu shalat fardhu dapat ditentukan dengan memahami pergerakan semu
Matahari. Penentuan masuknya bulan Ramadhan, Syawal dan Dzulhijjah sebagai
patokan untuk ibadah puasa dan haji dapat dipastikan dengan memahami pergerakan
Matahari dan Bulan. Selain itu, dengan sedikit memahami ilmu matematika
(segitiga bola langit), arah atau posisi Ka’bah yang menjadi qiblat shalat
dapat pula diketahui dari segala posisi di Bumi, bahkan memprediksi kapan
terjadinya gerhana, saat dimana umat muslim diperintahkan mengerjakan shalat
gerhana, semuanya tidak dapat terlepas dari Ilmu Hisab. Mengingat pentingnya
ilmu hisab, maka ilmu ini sangat perlu dipelajari oleh umat Islam.
Tetapi
Ironisnya, di tengah masyarakat Indonesia
pada umumnya dan Aceh pada khususnya yang mayoritas muslim, Ilmu Falak mulai banyak
ditinggalkan. Dulu di era 80-an ilmu falak masih di pelajari di tingkat
Aliyah/SMA, tapi sekarang ilmu falak berangsur-angsur dihapus dari kurikulum
sekolah, baik sekolah yang berbasis agama maupun sekolah umum. Bahkan yang
paling menyedihkan di
kalangan pesantren sendiri kurikulum ilmu falak ini juga banyak dieliminasi.
Padahal di sisi
lain penentuan awal Ramadlan,
Syawwal dan Dzul Hijjah yang masih menjadi bahan perdebatan yang tak kunjung
selesai hingga kini. Belum lagi ketepatan arah kiblat masjid-masjid di negeri
ini yang 80% tidak tepat ke arah Ka'bah.
Keengganan santri maupun civitas
akademika untuk mempelajari ilmu hisab adalah karena dogmatika pemikiran bahwa
ilmu hisab itu adalah
ilmu Nujum yang diharamkan untuk dipelajari, padahal ilmu falak dan ilmu nujum
sangat jauh berbeda. Ilmu falak adalah
salah satu ilmu pengetahuan yang mempelajari perhitungan gerak benda-benda
langit berdasarkan garis edarnya, benda-benda langit yang dimaksud adalah
Matahari, Bulan, planet-planet lainnya. Ilmu hisab yang penulis maksud di sini
hanya sebatas ilmu hisab yang berhubungn dengan Ibadah-ibadah syar'i, yakni
sekitar perjalanan Matahari dan Bulan yang notabene-nya berhubungan dengan
waktu shalat, penentuan arah Kiblat, shalat gerhana serta awal bulan qamariyah.
Ilmu ini juga dikenal dengan ilmu
Astronomi Islam.
Sedangkan Ilmu Nujum atau disebut juga
Astrologi adalah ilmu tradisi yang mempelajari tentang hubungan
kejadian-kejadian di bumi dengan posisi dan pergerakan benda-benda langit seperti
Matahari, Bulan, planet maupun bintang. Ilmu nujum sudah berkembang sejak
sekitar 4000 tahun yang lalu dimulai dari Mesopotania yaitu sebuah negeri di
Timur Tengah, lalu berkembang ke Eropa, Amerika serta Asia. Seiring dengan
perkembangan ilmu pengetahuan maka astrologi pun turut berkembang. Pada awalnya
astrologi dan astronomi merupakan satu kesatuan ilmu, namun pada abad 17
astrologi mulai dipisahkan dari astronomi dikarenakan metode yang digunakan
para astrolog tidak mengikuti kaidah-kaidah ilmiah, bahkan di Barat astrologi
tidak hanya mendapatkan perlawanan dari para ilmuwan tapi juga Gereja karena
dianggap melanggar ajaran agama.
Ada
juga sebagian yang mengangap ilmu falak atau ilmu hisab adalah pelajaran yang sulit. Akan tetapi
sebenarnya Ilmu Hisab tidaklah sesulit yang dibayangkan. Memang sebelum adanya
media perhitungan (kalkulator scientific) perhitungan hisab awal Bulan
sangatlah rumit dan menguras pikiran akan tetapi setelah adanya kalculator
scientific maupun excel hal tersebut bisa diselesaikan dengan mudah.
Keengganan santri maupun civitas
akademika dalam mempelajari ilmu falak ini sudah berujung kepada kenyataan
negatif. Betapa banyak lulusan akademisi yang bekerja di instansi yang
menangani Hisab dan Rukyah tetapi tidak menguasai betul ilmu tersebut yang
mengakibatkan kesalahan persepsi ketika laporan rukyah di lapangan saat penentuan
awal dan akhir Ramadhan. Begitu pula dengan lulusan pesantren yang
diagung-agungkan oleh masyarakat terhadap kemampuan dan keilmuannya tetapi
tidak sedikit yang sama sekali tidak menguasai ilmu falak. Dalam hal ini
penulis tidak bermaksud untuk menyudutkan dan mencari siapa yang salah, tetapi
dalam kesempatan ini penulis mengajak untuk sama-sama melihat dan peduli betapa
pentingnya ilmu falak terhadap ibadah umat Islam. Apabila ilmu ini terus kita
abaikan maka tidak tertutup kemungkinan di suatu saat kita akan melaksanakan
shalat, berpuasa serta ibadah haji tidak pada waktunya dan melakukan shalat
tidak mengarah kepada Ka’kbah lagi.
Mengingat hal tersebut dan semakin
langkanya ahli-ahli hisab di negeri kita tercinta ini padahal belajar ilmu
hisab juga tergolong fardlu kifayah, menurut penulis sudah semestinya pemerintah
Aceh menggalakkan kembali pelajaran ilmu hisab atau ilmu falak melalui
program-program yang sifatnya mengembang, baik melalui Badan Dayah, MPU dan
Kementerian Agama. Wallahu’alam bissawab…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar